Bismillah. Perhatikan perkatan Rabi'ah Al Adawiyah. “Mereka menyembah Allah karena takut neraka, karena neraka itulah mereka beri...
MEMBEDAH PENYIMPANGAN PAHAM MAHABBAH SHUFI RABI'AH AL ADAWIYAH.
Bismillah.
Perhatikan perkatan Rabi'ah Al Adawiyah.
“Mereka menyembah Allah karena takut neraka, karena neraka itulah mereka beribadah dan bukannya karena Allah. Mereka mengerjakan shalat karena surga. Tidak begitu, mereka MIRIP dengan kaum yang menyembah berhala.” (Tarshi’u Al-Jawahiri Al-Makkiyah, Abdu Ghani Ar-Rafi’i, hal. 49, penerbit Mathba’ah Al-Amiriyah, tahun 1301 H)
Al-Aththar berkata:
Beberapa wali Allah datang kepada Rabi’ah Al-Adawiyah, kemudian Rabi’ah Al-Adawiyah bertanya kepada salah seorang dari mereka,
“Kenapa engkau menyembah Allah?”
Orang tersebut menjawab, “Aku menyembah Allah karena takut siksa-Nya dan neraka yang diperlihatkan kepada orang-orang yang sesat.”
Pertanyaan yang sama diajukan Rabi’ah Al-Adawiyah kepada orang yang lain dari mereka, kemudian orang tersebut menjawab,
“Aku menyembah Allah karena mendambakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa.”
Rabi’ah Al-Adawiyah berkata, “Sedang aku, maka aku menyembah Allah KARENA TIDAK TAKUT NERAKA-NYA dan TIDAK MENDAMBAKAN SURGA-NYA. Aku seperti buruh yang brengsek. Ya, aku menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-Nya.” (Tadzkiratu Al-Auliyai, Fariduddin Al-Aththar, hal. 42)
Hal yang sama disebutkan di buku Raudhatu At-Ta’rifi. (Raudhatu At-Ta’rifi, Waziruddin bin Al-Khathib, hal. 427)
Al-Jami’ meriwayatkan dari Rabi’ah Al-Adawiyah yang berkata, “Demi kebesaran-Mu ya Allah, aku tidak menyembah-Mu karena takut neraka-Mu dan tidak karena mendamba surga-Mu, namun karena kemuliaan wajah-Mu yang mulia dan mencintai-Mu.” (Jamharatu Al-Auliai, Al-Manufi Al-Husaini, Jilid 1, hal. 270)
Rabi’ah Al-Adawiyah mengatakan bahwa yang menyebabkan ia sakit bukan Allah, tapi hatinya.
Diriwayatkan oleh Al-Qusyairi, Al-Aththar, Al-Kalabadzi, Al-Kamsyakhawani, dan lainnya, bahwa Rabi’ah Al-Adawiyah menderita sakit, kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa YANG MENYEBABKANMU sakit?”
Rabi’ah Al-Adawiyah menjawab,
“Aku melihat surga dengan hatiku, kemudian aku diserang oleh hatiku dan ia (hatiku) menghukumku. Oleh karena itu, aku bersumpah tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.”
Ar-Risalatu Al-Qusyairiyah, Jilid II, hal. 516. Tadzkiratu Al-Auliai, Al-Aththar, hal. 34. At-Ta’arrufu li Madzhabi Ahli At-Tashawwuf, hal. 184. Jami’u Ushuli Al-Auliyai Al-Kamsyakhawani, hal. 119. Teks di atas versi Al-Kamsyakhawani).
Yuk Kita Bedah...
“Mereka menyembah Allah karena takut neraka, karena neraka itulah mereka beribadah dan bukannya karena Allah. Mereka mengerjakan shalat karena surga. Tidak begitu, mereka MIRIP dengan kaum yang menyembah berhala.” (Tarshi’u Al-Jawahiri Al-Makkiyah, Abdu Ghani Ar-Rafi’i, hal. 49, penerbit Mathba’ah Al-Amiriyah, tahun 1301 H.
BANTAHAN.
Rabi'ah Al Adawiyah, melupakan perkara yang sangat besar dalam beribadah. sebagaiaman yang dipahami ulama salaf bahwasanya didalam ibadah maka kita harus memiliki 3 pilar , yakni MAHABBAH (cinta), KHAUF (takut), Dan Raja' (Harapan).
tanpa tiga landasan ini maka rusaklah ibadah seseorang, dan hilang salah satu diantaranya maka guncanglah iman seseorang.
DALIL.
1. Cinta kepada Allah menempati tingkatan paling utama dan paling pokok bagi seorang muslim. Kedudukan cinta kepada Allah adalah kedudukan cinta paling agung dan paling mulia dalam kehidupan manusia. Kecintaan seorang hamba kepada Allah akan membawa dampak yang sangat agung pula yaitu berupa kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“… Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya …” (QS. Al Ma’idah : 54).
Perasaan cinta seseorang kepada Allah tidaklah akan bermanfaat jika rasa cinta tersebut hanya ada pada lisannya semata. Sebagai seorang hamba yang mengaku cinta kepada Allah hendaknya ia membuktikan cintanya dengan perilakunya. Adapun bukti paling nyata cinta seorang hamba kepada Allah yaitu berupa ketaatan terhadap segala perintah-Nya, ikhlas dalam menjalankan perintah tersebut, dan senantiasa berusaha melaksanakan dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah senantiasa bersungguh-sungguh untuk mentaati Allah disebabkan kecintaan mereka kepada Allah yang teramat sangat. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah : 165)
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat besar cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah : 165)
Kemudian cinta kita kepada Allah Ta’ala sebagai pilar ibadah haruslah kita buktikan. Bagaimana cara membuktikannya? Salah satu bukti kecintaan kita kepada Allah Ta’ala adalah dengan meneladani ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga meneladani beliau dalam setiap perkara, sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Katakanlah (wahai Muhammad) : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).
2. Pilar ibadah yang kedua adalah rasa takut (khauf). Rasa takut (khauf) adalah cambuk Allah yang dapat memicu hamba kepada ilmu dan amal agar dekat dengan Allah. Perasaan khauf yang lemah akan mendorong seseorang untuk lalai dan berani mengerjakan dosa, sedangkan berlebihan dalam khauf akan menyebabkan kelemahan semangat dan keputusasaan.
Imam Ahmad dan At Tirmidzi meriwayakan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ”Aku pernah bertanya, ”Wahai Rasulullah, tentang firman Allah,’Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’, apakah dia itu orang yang berzina, minum khamr, dan mencuri?”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Bukan wahai putri Ash Shiddiq, tetapi dia orang yang puasa, shalat, dan mengeluarkan shadaqah, sedang dia takut amalnya tidak diterima”
Al Hasan berkata ,”Demi Allah, mereka itu adalah orang-orang yang melakukan berbagai macam ketaatan dan berusaha untuk itu, sedang mereka takut amalnya tertolak. Sesungguhnya orang mukmin itu menghimpun kebajikan dan ketakutan, sedangkan orang munafik menghimpun kejahatan dan rasa aman.”
Allah memerintahkan manusia agar selalu memiliki rasa takut (khauf) dan menjadikannya sebagai salah satu syarat iman. Allah Ta’ala berfirman,
وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. Ali ‘Imran : 175)
Oleh karena itu, seorang mukmin tidak mungkin terlepas dari rasa takut (khauf) meskipun masih lemah. Adapun kelemahan rasa khauf-nya akan bergantung pada kelemahan imannya.
3. Keberadaan rasa harap (raja’) dalam ibadah akan menumbuhkan rasa optimis bagi seorang hamba karena hamba berharap agar amalnya diterima, berharap agar dimasukkan ke dalam surga, berharap agar dosanya diampuni, berharap agar mendapatkan ridha dan pahala dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Az Zumar : 53)
Rasa harap (raja’) berbeda dengan angan-angan (tamanny) yang disertai dengan kemalasan dimana pelakunya tidak pernah berusaha dan bersungguh-sungguh. Adapun rasa harap adalah perasaan yang disertai dengan usaha dan tawakkal kepada Allah. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa raja’ tidaklah sah kecuali disertai dengan adanya usaha.
DIMANAKAH LETAK PENYIMPANGAN RABI'AH AL ADAWIYAH.
1. Dia beribadah hanya berdasarkan cinta. padahal cinta saja tanpa ada rasa takut , maka inilah kesombongan. ia menganggap dengan cintanya saja maka Allah menerima segala amalnya. padahal Rasulullah bersabda
“Bukan wahai putri Ash Shiddiq, tetapi dia orang yang puasa, shalat, dan mengeluarkan shadaqah, sedang dia takut amalnya tidak diterima”.
2. Rabi'ah al adawiyah meremehkan adzab Allah yang bernama neraka dengan berkata tidak takut neraka.
padahal Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda
“Aku adalah orang yang PALING TAHU di antara kalian tentang Allah, karena itu aku adalah orang yang PALING TAKUT di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka ini juga kesombongan Rabi'ah al adawiyah. ia meremehkan adzab neraka, dan merasa lebih mengenal Allah ketimbang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam.
Wahai orang orang yang diberi Allah akal dan ilmu pengetahuan!!!. cobalah pikirkan jika seseorang manusia beribadah tidak takut neraka , maka mereka akan lancang dalam beribadah kepada Allah. mereka melakukan amalan bid'ah, dan merasa yakin ibadah (bid'ah) mereka diterima, karena mereka melakukannya atas dasar cinta karena Allah.
betapa indah perkatan Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhum " Betapa banyak manusia yang menginginkan kebaikan namun tidak sama sekali mendapatkannya".
3. Penyimpangan Rabi'ah berikutnya adalah meremehkan Syurga. ia mengatakan tidak mengharapkan syurga. lalu untuk apa ia beribadah kepada Allah.
padahal Rasulullah sendiri saja memerintahkan umatnya jika berdoa meminta syurga yang tertinggi yakni Syurga Firdaus.
Allah Memerintahkan untuk Berlomba Meraih Kenikmatan di Surga
Setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surat Al Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintah untuk berlomba-lomba meraihnya,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26).
Sifat Orang Beriman, Beribadah dengan Khouf (Takut) dan Roja’ (Harap)
Allah Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. ” (QS. Al Israa’: 57).
Malaikat pun Meminta pada Allah Surga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan keadaan para malaikat, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
فَمَا يَسْأَلُونِى قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ
“Apa yang para malaikat mohon pada-Ku?” “Mereka memohon pada-Mu surga,” sabda beliau.
Lihatlah malaikat pun meminta pada Allah surga, padahal mereka adalah seutama-utamanya wali Allah. Sifat-sifat para malaikat adalah,
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Malaikat-malaikat itu tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Asiyah, istri Fir’aun yang Beriman Meminta Rumah di Surga
Allah Ta’ala berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. ” (QS. At Tahrim: 11). Padahal Asiyah lebih utama dari Robi’ah Al Adawiyah, namun ia pun masih meminta pada Allah surga.
Para Nabi Beribadah dengan Roghbah (Harap) dan Rohaba (Cemas/Takut)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. ” (QS. Al Anbiya’: 90)2
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun Meminta Surga
Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim -kholilullah/ kekasih Allah-,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ
“Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy Syu’ara: 85-87)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun Meminta Surga
Dari Abu Sholih, dari beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang, “Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”
أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ
“Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan ‘Allahumma inni as-alukal jannah wa a’udzu bika minannar‘ (aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka).”3
Nabi Menyuruh Meminta Tempat yang Mulia untuknya di Surga
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.”4
Yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُّوْا اللهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ عَلَى خَلْقِهِ
“Sesungguhnya wasilah adalah kedudukan (derajat yang mulia) di sisi Allah. Tidak ada lagi kedudukan yang mulia di atasnya. Maka mintalah pada Allah agar memberiku wasilah di antara hamba-Nya yang lain.”
Sekarang perhatikan Wahai orang orang yang diberi Allah akal dan Ilmu pengetahuan. Siapakah Rabi'ah ketimbang para nabi yang jelas jelas mengahrapkan syurga ...? siapakah beliau dibandingkan 10 sahabat yang dijanjikan Allah syurga, hingga Umar Bin Khattab radhiyallahuanhu berlomba dengan abu bakar radhiyallahuanhu dalam hala meyedekahkan harta ...?
Demikianlah penjelasan ana, kebenaran dan kebathilan itu berbeda, mereka bisa terlihat jelas seperti melihat jelasnya perbedaan SIANG DAN MALAM.
Hidayah hanya milik Allah, maka atas kehendakNYA hidayah diberikan. barang siapa yang diberi hidyah oleh Allah maka tidak ada satu pun yang akan menyesatkan, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada satupun yang bisa memberikan hidayah.
Nun Walqalami yasthuruun...
Wasalam...
Perhatikan perkatan Rabi'ah Al Adawiyah.
“Mereka menyembah Allah karena takut neraka, karena neraka itulah mereka beribadah dan bukannya karena Allah. Mereka mengerjakan shalat karena surga. Tidak begitu, mereka MIRIP dengan kaum yang menyembah berhala.” (Tarshi’u Al-Jawahiri Al-Makkiyah, Abdu Ghani Ar-Rafi’i, hal. 49, penerbit Mathba’ah Al-Amiriyah, tahun 1301 H)
Al-Aththar berkata:
Beberapa wali Allah datang kepada Rabi’ah Al-Adawiyah, kemudian Rabi’ah Al-Adawiyah bertanya kepada salah seorang dari mereka,
“Kenapa engkau menyembah Allah?”
Orang tersebut menjawab, “Aku menyembah Allah karena takut siksa-Nya dan neraka yang diperlihatkan kepada orang-orang yang sesat.”
Pertanyaan yang sama diajukan Rabi’ah Al-Adawiyah kepada orang yang lain dari mereka, kemudian orang tersebut menjawab,
“Aku menyembah Allah karena mendambakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa.”
Rabi’ah Al-Adawiyah berkata, “Sedang aku, maka aku menyembah Allah KARENA TIDAK TAKUT NERAKA-NYA dan TIDAK MENDAMBAKAN SURGA-NYA. Aku seperti buruh yang brengsek. Ya, aku menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-Nya.” (Tadzkiratu Al-Auliyai, Fariduddin Al-Aththar, hal. 42)
Hal yang sama disebutkan di buku Raudhatu At-Ta’rifi. (Raudhatu At-Ta’rifi, Waziruddin bin Al-Khathib, hal. 427)
Al-Jami’ meriwayatkan dari Rabi’ah Al-Adawiyah yang berkata, “Demi kebesaran-Mu ya Allah, aku tidak menyembah-Mu karena takut neraka-Mu dan tidak karena mendamba surga-Mu, namun karena kemuliaan wajah-Mu yang mulia dan mencintai-Mu.” (Jamharatu Al-Auliai, Al-Manufi Al-Husaini, Jilid 1, hal. 270)
Rabi’ah Al-Adawiyah mengatakan bahwa yang menyebabkan ia sakit bukan Allah, tapi hatinya.
Diriwayatkan oleh Al-Qusyairi, Al-Aththar, Al-Kalabadzi, Al-Kamsyakhawani, dan lainnya, bahwa Rabi’ah Al-Adawiyah menderita sakit, kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa YANG MENYEBABKANMU sakit?”
Rabi’ah Al-Adawiyah menjawab,
“Aku melihat surga dengan hatiku, kemudian aku diserang oleh hatiku dan ia (hatiku) menghukumku. Oleh karena itu, aku bersumpah tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.”
Ar-Risalatu Al-Qusyairiyah, Jilid II, hal. 516. Tadzkiratu Al-Auliai, Al-Aththar, hal. 34. At-Ta’arrufu li Madzhabi Ahli At-Tashawwuf, hal. 184. Jami’u Ushuli Al-Auliyai Al-Kamsyakhawani, hal. 119. Teks di atas versi Al-Kamsyakhawani).
Yuk Kita Bedah...
“Mereka menyembah Allah karena takut neraka, karena neraka itulah mereka beribadah dan bukannya karena Allah. Mereka mengerjakan shalat karena surga. Tidak begitu, mereka MIRIP dengan kaum yang menyembah berhala.” (Tarshi’u Al-Jawahiri Al-Makkiyah, Abdu Ghani Ar-Rafi’i, hal. 49, penerbit Mathba’ah Al-Amiriyah, tahun 1301 H.
BANTAHAN.
Rabi'ah Al Adawiyah, melupakan perkara yang sangat besar dalam beribadah. sebagaiaman yang dipahami ulama salaf bahwasanya didalam ibadah maka kita harus memiliki 3 pilar , yakni MAHABBAH (cinta), KHAUF (takut), Dan Raja' (Harapan).
tanpa tiga landasan ini maka rusaklah ibadah seseorang, dan hilang salah satu diantaranya maka guncanglah iman seseorang.
DALIL.
1. Cinta kepada Allah menempati tingkatan paling utama dan paling pokok bagi seorang muslim. Kedudukan cinta kepada Allah adalah kedudukan cinta paling agung dan paling mulia dalam kehidupan manusia. Kecintaan seorang hamba kepada Allah akan membawa dampak yang sangat agung pula yaitu berupa kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“… Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya …” (QS. Al Ma’idah : 54).
Perasaan cinta seseorang kepada Allah tidaklah akan bermanfaat jika rasa cinta tersebut hanya ada pada lisannya semata. Sebagai seorang hamba yang mengaku cinta kepada Allah hendaknya ia membuktikan cintanya dengan perilakunya. Adapun bukti paling nyata cinta seorang hamba kepada Allah yaitu berupa ketaatan terhadap segala perintah-Nya, ikhlas dalam menjalankan perintah tersebut, dan senantiasa berusaha melaksanakan dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah senantiasa bersungguh-sungguh untuk mentaati Allah disebabkan kecintaan mereka kepada Allah yang teramat sangat. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah : 165)
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat besar cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah : 165)
Kemudian cinta kita kepada Allah Ta’ala sebagai pilar ibadah haruslah kita buktikan. Bagaimana cara membuktikannya? Salah satu bukti kecintaan kita kepada Allah Ta’ala adalah dengan meneladani ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga meneladani beliau dalam setiap perkara, sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Katakanlah (wahai Muhammad) : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).
2. Pilar ibadah yang kedua adalah rasa takut (khauf). Rasa takut (khauf) adalah cambuk Allah yang dapat memicu hamba kepada ilmu dan amal agar dekat dengan Allah. Perasaan khauf yang lemah akan mendorong seseorang untuk lalai dan berani mengerjakan dosa, sedangkan berlebihan dalam khauf akan menyebabkan kelemahan semangat dan keputusasaan.
Imam Ahmad dan At Tirmidzi meriwayakan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ”Aku pernah bertanya, ”Wahai Rasulullah, tentang firman Allah,’Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’, apakah dia itu orang yang berzina, minum khamr, dan mencuri?”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Bukan wahai putri Ash Shiddiq, tetapi dia orang yang puasa, shalat, dan mengeluarkan shadaqah, sedang dia takut amalnya tidak diterima”
Al Hasan berkata ,”Demi Allah, mereka itu adalah orang-orang yang melakukan berbagai macam ketaatan dan berusaha untuk itu, sedang mereka takut amalnya tertolak. Sesungguhnya orang mukmin itu menghimpun kebajikan dan ketakutan, sedangkan orang munafik menghimpun kejahatan dan rasa aman.”
Allah memerintahkan manusia agar selalu memiliki rasa takut (khauf) dan menjadikannya sebagai salah satu syarat iman. Allah Ta’ala berfirman,
وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. Ali ‘Imran : 175)
Oleh karena itu, seorang mukmin tidak mungkin terlepas dari rasa takut (khauf) meskipun masih lemah. Adapun kelemahan rasa khauf-nya akan bergantung pada kelemahan imannya.
3. Keberadaan rasa harap (raja’) dalam ibadah akan menumbuhkan rasa optimis bagi seorang hamba karena hamba berharap agar amalnya diterima, berharap agar dimasukkan ke dalam surga, berharap agar dosanya diampuni, berharap agar mendapatkan ridha dan pahala dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Az Zumar : 53)
Rasa harap (raja’) berbeda dengan angan-angan (tamanny) yang disertai dengan kemalasan dimana pelakunya tidak pernah berusaha dan bersungguh-sungguh. Adapun rasa harap adalah perasaan yang disertai dengan usaha dan tawakkal kepada Allah. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa raja’ tidaklah sah kecuali disertai dengan adanya usaha.
DIMANAKAH LETAK PENYIMPANGAN RABI'AH AL ADAWIYAH.
1. Dia beribadah hanya berdasarkan cinta. padahal cinta saja tanpa ada rasa takut , maka inilah kesombongan. ia menganggap dengan cintanya saja maka Allah menerima segala amalnya. padahal Rasulullah bersabda
“Bukan wahai putri Ash Shiddiq, tetapi dia orang yang puasa, shalat, dan mengeluarkan shadaqah, sedang dia takut amalnya tidak diterima”.
2. Rabi'ah al adawiyah meremehkan adzab Allah yang bernama neraka dengan berkata tidak takut neraka.
padahal Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda
“Aku adalah orang yang PALING TAHU di antara kalian tentang Allah, karena itu aku adalah orang yang PALING TAKUT di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka ini juga kesombongan Rabi'ah al adawiyah. ia meremehkan adzab neraka, dan merasa lebih mengenal Allah ketimbang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam.
Wahai orang orang yang diberi Allah akal dan ilmu pengetahuan!!!. cobalah pikirkan jika seseorang manusia beribadah tidak takut neraka , maka mereka akan lancang dalam beribadah kepada Allah. mereka melakukan amalan bid'ah, dan merasa yakin ibadah (bid'ah) mereka diterima, karena mereka melakukannya atas dasar cinta karena Allah.
betapa indah perkatan Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhum " Betapa banyak manusia yang menginginkan kebaikan namun tidak sama sekali mendapatkannya".
3. Penyimpangan Rabi'ah berikutnya adalah meremehkan Syurga. ia mengatakan tidak mengharapkan syurga. lalu untuk apa ia beribadah kepada Allah.
padahal Rasulullah sendiri saja memerintahkan umatnya jika berdoa meminta syurga yang tertinggi yakni Syurga Firdaus.
Allah Memerintahkan untuk Berlomba Meraih Kenikmatan di Surga
Setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surat Al Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintah untuk berlomba-lomba meraihnya,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26).
Sifat Orang Beriman, Beribadah dengan Khouf (Takut) dan Roja’ (Harap)
Allah Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. ” (QS. Al Israa’: 57).
Malaikat pun Meminta pada Allah Surga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan keadaan para malaikat, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
فَمَا يَسْأَلُونِى قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ
“Apa yang para malaikat mohon pada-Ku?” “Mereka memohon pada-Mu surga,” sabda beliau.
Lihatlah malaikat pun meminta pada Allah surga, padahal mereka adalah seutama-utamanya wali Allah. Sifat-sifat para malaikat adalah,
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Malaikat-malaikat itu tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Asiyah, istri Fir’aun yang Beriman Meminta Rumah di Surga
Allah Ta’ala berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. ” (QS. At Tahrim: 11). Padahal Asiyah lebih utama dari Robi’ah Al Adawiyah, namun ia pun masih meminta pada Allah surga.
Para Nabi Beribadah dengan Roghbah (Harap) dan Rohaba (Cemas/Takut)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. ” (QS. Al Anbiya’: 90)2
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun Meminta Surga
Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim -kholilullah/ kekasih Allah-,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ
“Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy Syu’ara: 85-87)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun Meminta Surga
Dari Abu Sholih, dari beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang, “Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”
أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ
“Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan ‘Allahumma inni as-alukal jannah wa a’udzu bika minannar‘ (aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka).”3
Nabi Menyuruh Meminta Tempat yang Mulia untuknya di Surga
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.”4
Yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُّوْا اللهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ عَلَى خَلْقِهِ
“Sesungguhnya wasilah adalah kedudukan (derajat yang mulia) di sisi Allah. Tidak ada lagi kedudukan yang mulia di atasnya. Maka mintalah pada Allah agar memberiku wasilah di antara hamba-Nya yang lain.”
Sekarang perhatikan Wahai orang orang yang diberi Allah akal dan Ilmu pengetahuan. Siapakah Rabi'ah ketimbang para nabi yang jelas jelas mengahrapkan syurga ...? siapakah beliau dibandingkan 10 sahabat yang dijanjikan Allah syurga, hingga Umar Bin Khattab radhiyallahuanhu berlomba dengan abu bakar radhiyallahuanhu dalam hala meyedekahkan harta ...?
Demikianlah penjelasan ana, kebenaran dan kebathilan itu berbeda, mereka bisa terlihat jelas seperti melihat jelasnya perbedaan SIANG DAN MALAM.
Hidayah hanya milik Allah, maka atas kehendakNYA hidayah diberikan. barang siapa yang diberi hidyah oleh Allah maka tidak ada satu pun yang akan menyesatkan, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada satupun yang bisa memberikan hidayah.
Nun Walqalami yasthuruun...
Wasalam...
About author: Sunil Mahendra
Sunil mahendra Almaydani seorang penulis dan desygner, yang telah menekuni dunia blogger sejak smp. dan terus mengabdikan seluruh ilmunya dalam karya tulis
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Itu yo sebatas penilaian km, Kalau ak si, itu hak prerogatif tuhann gt Loh, rabiah juga g membuat km rugi Kan?
ReplyDeleteAk ndak Bela, cuma Mbok uwes ngerapoti sesama manusia, yg tahu Dia secara presisi Ya Allah